PANJANG UMUR DALAM KETAATAN
Oleh Drs.H.Karsidi Diningrat M,Ag
ALLAH
Subhanahu Wa ta’ala telah berfirman, “Dan
setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia,
niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki
pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali
Imran, 3:145).
Panjang
umur dalam ketaatan dan beramal saleh adalah perkara yang sangat dituntut dan
dianjurkan dalam agama. Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya kebahagiaan yang mencakup semua
kebahagiaan adalah umur panjang lagi taat kepada Allah.” (HR.
al-Khathib melalui Abdullah dari bapaknya). Tiada suatu kebahagiaan pun yang
melebihi umur panjang seraya taat kepada Allah Swt. karena semakin panjang
umurnya, semakin banyak pula pahala yang akan diperolehnya di hari kemudian.
Dalam hadits lain disebutkan, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang panjang
umurnya dan baik amalannya.”
Selagi
umur yang panjang itu dihabiskan dalam ketaatan dan kebaktian kepada Allah
Swt., maka kebajikan-kebajikan pun akan bertambah dan derajat pun semakin
meningkat. Sebaliknya, jika umur yang panjang dihabiskan dalam kemaksiatan dan
kedurhakaan kepada Allah Swt., dan zalim terhadap orang lain, maka yang
demikian itu merupakan bala dan kecelakaan, karena ia akan menambah kejahatan
dan memperbanyak dosa.
Barangsiapa
menuntut panjang umur di dunia untuk memperbanyak amal saleh yang bisa
mendekatkan diri kepada Allah Swt., lalu ia benar dalam tuntutannya yakni,
setiap hari mengerjakan amal bakti dan berkecimpung di dalamnya dengan
menjauhkan diri dari segala urusan dunia yang bisa menghalanginya dari beramal,
maka ia terhitung sebagai orang yang benar.
Sebaliknya,
jika ia bermalas-malasan dan selalu mengabaikan amal saleh, maka nyatalah bahwa
ia terhitung sebagai seorang pendusta yang menuntut sesuatu tanpa ada faedah.
Sebab, seseorang yang mencintai sesuatu perkara, tentu ia akan memperhatikan
benar-benar perkara itu. Ia senantiasa khawatir bila perkara itu terlepas dari
tangannya, atau ia akan terhalang dari perkara yang dicintainya itu. Terlebih
lagi, karena amal saleh itu tidak bisa dikerjakan melainkan hanya di dunia.
Negeri akhirat bukanlah tempat untuk beramal saleh. Ia adalah tempat balasan
bukan tempat amalan.
Rasulullah
shallalalhu Alaihi wa sallam bersabda, “Allah
Swt. telah berfirman, “Apabila hamba-Ku telah mencapai umur empat puluh tahun,
niscaya Aku hindarkan ia dari tiga macam penyakit, yaitu dari penyakit gila,
lepra dan supak. Apabila ia mencapai umur lima puluh tahun, niscaya ia Aku
hisab dengan hisab yang ringan. Apabila ia mencapai umur enam puluh tahun
niscaya Aku jadikan ia senang untuk kembali kepada-Ku (bertaubat). Apabila ia
mencapai umur tujuh puluh tahun ia dicintai oleh para malaikat. Apabila ia
mencapai umur delapan puluh tahun, semua amal kebaikannya dicatat dan semua
keburukannya dihapuskan. Apabila ia mencapai umur sembilan puluh tahun, para
malaikat berkata, ‘Dia adalah kekasih Allah yang ada di bumi-Nya’, maka Allah
mengampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan datang, dan ia dapat
memberi syafaat kepada keluarganya.” (HR. Hakim melalui Utsman
r.a.).
Al-Inaabah kembali kepada Allah, yakni
bertobat kepada-Nya dengan tobat yang murni. Yang dimaksud dengan hamba dalam
hadits ini ialah hamba Allah yang beriman dan tidak pernah melakukan dosa-dosa
besar. Demikianlah periode perjalanan hidup yang akan dialami oleh seorang
hamba yang beriman dan beramal saleh; semakin panjang usianya, semakin
meningkat ketakwaaannya.
Berusaha
dan bersungguh-sungguhlah dalam mengerjakan amal saleh dengan penuh ketekunan
dan kesabaran. Mulailah beramal saleh sejak sekarang sebelum terlambat.
Gunakanlah kesempatan hidup ini sebelum ajal tiba secara mengejutkan. Sebab,
kita senantiasa terbuka bagi malapetaka dan bencana, dan kapan saja kita bisa
terperangkap dalam pelukan maut. Modal yang kita miliki untuk membeli
kebahagiaan yang abadi dari Allah Swt., ialah umur kita. Waspadalah, jangan
kita membelanjakan masa, hari, saat dan nafas kita pada sesuatu yang tidak
mendatangkan manfaat dan faedah, karena kelak kita akan bersedih hati dan
menyesalinya sesudah mati. Karena itu, kita baru sadar, bahkan kita telah
menyia-nyiakan umur kita tatkala hidup di dunia dahulu.
Rasulullah
Saw. bersabda, “Perbaikilah
urusan dunia kalian dan beramallah untuk akhirat kalian seakan-akan kalian akan
mati besok.” (HR. ad-Dailami melalui Anas r.a.). Dalam hadis
senada disebutkan, “Bekerjalah
untuk duniamu seakan-akan kamu hidup untuk selamanya, dan bekerjalah untuk
akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” (HR. Ibnu Asakir).
Makna
dua hadis ini merupakan tamsil yang menggambarkan kehidupan duniawi dan
kehidupan ukhrawi, yakni bagaimana seseorang menjalani kedua kehidupan
tersebut. Dunia ini tidak lain hanyalah rumah percobaan, sedangkan akhirat
adalah tempat yang kekal. Dalam hal ini Allah telah berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini
melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat ialah yang
sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut,
29:64).
Perintah
untuk memperbaiki urusan duniawi dalam hadits ini ialah agar yang halal dapat
dijadikan bekal untuk kehidupan di hari kemudian, seperti yang difirman-Nya,”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS.
Al-Qashash, 28:77).
Mengingat
hal yang diserupakan merupakan suatu hal yang mustahil, karena tiada seorang
manusia pun yang hidup untuk selama-lamanya, maka dipakailah Ka-anna yang
artinya: seakan-akan kamu benar-benar akan hidup selama-lamanya. Dalam hal ini
Allah berfirman, “Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah
disempurnakan pahala kalian.” (QS. ALI Imran, 3:185).
Demikian
pula masalah mati besok, hal ini merupakan suatu yang mustahil, karena
sesungguhnya tiada seorang pun yang mengetahui dimana dan kapan kita akan mati.
Masalah mati hanya diketahui oleh Allah. Allah Swt telah berfirman, “Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di
bumi mana dia akan mati.” (QS. Luqman, 31:34).
Diriwayatkan,
bahwa di akherat kelak, setiap manusia akan ditunjukkan amal kesehariannya,
dari waktu siang hingga malam hari dalam bentuk peti-peti. Sehari semalam
sebanyak dua puluh empat peti, setiap satu jam satu peti. Maka, ia akan
menyaksikan masa yang telah dihabiskannya dalam ketaatan kepada Allah, berupa
peti-peti yang dipenuhi dengan cahaya. Dan masa yang telah dihabiskannya dalam
kemaksiatan berupa peti-peti yang gelap gulita. Sedangkan masa yang tersisa
tanpa sesuatu amal pun, apakah ia amal baik atau pun jahat, didapatinya berupa
peti-peti kosong, tiada berisi apapun jua. Maka, ia pun merasa kesal tatkala
melihat peti-peti yang kosong itu. Mengapa tidak mengisinya dengan ketaatan
supaya ia dipenuhi oleh cahaya.
Adapun
peti-peti yang dipenuhi dengan kegelapgulitaan disebabkan perbuatan maksiat,
kejahatan, kezaliman ketika di dunia dahulu, sekiranya bisa ditakdirkan ia mati
ketika melihatnya, lantaran duka cita dan rasa kesal yang tak kunjung berakhir
itu, niscaya ia akan memilih mati saja. Celakanya di akhirat tidak ada lagi
kematian. Yang ada hanyalah balasan Tuhan Yang Maha Adil. Barangsiapa beramal saleh
dan senantiasa taat kepada Allah, berbahagialah hidupnya dalam keadaan ceria
dan gembira sepanjang masa. Setiap hari berlalu, semakin bertambah ceria dan
gembiranya. Sedang bagi yang berbuat dosa dan senantiasa berbuat maksiat,
kecewalah hidupnya dalam keadaan susah dan berduka cita. Bertambah hari,
bertambah pula kesusahan dan duka citanya, sehingga tiada lagi berkesudahan.
Oleh
sebab itu tepat sekali sabda Nabi Muhammad Saw, “Sebaik-baik manusia ialah
orang yang diberi umur panjang dan digunakannya untuk berbuat baik kepada
sesamanya; sejahat-jahat orang ialah mereka yang diberi umur panjang tetapi
umur panjang itu digunakan untuk kejahatan”. Dengan demikian jelas bahwa gerak
hidup kita yang 24 jam itu kita gunakan untuk taat kepada Allah, dan betapalah
ruginya bila umur yang tersisa itu kita lewatkan begitu saja sebab dia tidak
akan kembali lagi. Kita tidak kembali ke waktu tadi pagi, tidak bisa kembali
kepada masa lampau.
Rasulullah
shallalahu Alaihi wa sallam bersabda, “Pergunakanlah
lima peluang sebelum datang yang lima lainnya, yaitu, “masa hidupmu sebelum
tiba masa matimu; masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu; masa senggangmu
sebelum tiba masa sibukmu; masa mudamu sebelum masa tuamu; masa kayamu sebelum
tiba masa papa (miskinmu).” (HR. Baihaqi melalui Ibnu Abbas
r.a.).
Makna
hadits ini menganjurkan agar kita menggunakan kesempatan-kesempatan yang baik
untuk mengerjakan amal saleh sebanyak-banyaknya agar di kala kesempatan itu
tidak ada maka kita tidak kecewa karena kepergiannya. Untuk itu disebutkan,
ingatlah lima perkara sebelum datang lima perkara lain yang menjadi lawannya.
Ingatlah dalam masa hidupmu sebelum matimu, yaitu dengan memperbanyak amal
saleh untuk bekal di hari kemudian sesudah mati. Ingatlah dalam masa sehatmu
sebelum datang masa sakitmu.
Atau
dengan kata lain gunakanlah masa sehatmu itu untuk beribadah dengan giat dan
rajin mencari penghidupan sebelum datang masa sakitmu. Jika seseorang terkena
sakit, maka ia tidak lagi mampu mengerjakan amal-amal sunah dan tidak mampu
lagi berusaha mencari penghidupan. Isilah masa senggangmu dengan banyak
melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dunia dan akheratmu, sebelum datang masa
sibukmu. Gunakanlah masa mudamu untuk rajin bekerja, beribadah, dan menolong
orang lain, sebelum datang masa tuamu. Dan beramallah di masa kayamu dengan
banyak bersedekah dan membantu orang-orang yang miskin, sebelum datang masa
miskinmu.
Rasulullah
Saw. bersabda, “Semua umatku
masuk surga kecuali orang yang menolaknya. Mendengar sabda tersebut para
sahabat bertanya, “Siapa orang yang menolak itu, ya Rasulullah?” Rasulullah
Saw. menjawab, “Orang yang menentang (perintah dan larangan)ku adalah orang
yang menolak masuk surga.” (HR. Bukhari).
Jadikanlah
kehidupan di dunia ini sebagai sarana untuk mencapai kebahagian yang abadi di
akhirat karena sesungguhnya kehidupan di akhirat itu merupakan kehidupan yang
hakiki. Oleh karena itu, hendaklah kita memilih kesempatan, waktu mana-mana
yang mendatangkan kegunaan dan manfaat bagi diri kita, selagi kita masih bisa
memilih. Sebab, jika kita sudah mati, ketika itu kita sudah tidak bisa memilih.Wallahu A’lam bish-shawwab.
Sumber : https://poskota.co/berita-utama/gunakan-panjang-umur-dalam-ketaatan/
Tidak ada komentar untuk "PANJANG UMUR DALAM KETAATAN"
Posting Komentar